Bersatu, Berjuang Untuk Demokrasi dan Kesejahteraan

Jumat, 17 Desember 2010

Petani Sawit Minta Pemerintah Usir Dua Perusahaan Sawit

  - Ribuan petani sawit dari Lampung Tengah dan Lampung Barat masih terus berunjuk rasa di depan kantor Gubernur Lampung Sjachroedin ZP, Rabo (15/12). Mereka menuntut pengembalian sertifikat dan lahan perkebunan yang telah diserobot perusahaan perkebunan sawit.

“Kami akan terus bertahan hingga dua perusahaan itu hengkang dan menyerahkan sertifikat lahan milik kami,” kata Munzier, koordinator petani asal Lampung Barat, Rabu (15/12).


Para petani yang datang dari tiga kecamatan di Lampung Barat dan satu dari Lampung Tengah itu meminta pemerintah Pemerinta Provinsi Lampung mengusir PT. Karya Canggih Mandiri Utama (KCMU) di Lampung Barat dan PT. Sahang Jaya di Lampung Tengah. Kedua perusahaan itu diduga tidak memiliki ijin meski telah beroperasi selama belasan tahun di Lampung. “Perusahaan perkebunan itu beroperasi secara illegal. Mereka harus diusir,” katanya.


Tudingan para petani plasma itu setelah Badan Pertanahan Nasional Lampung menyatakan kedua perusahaan itu tidak pernah minta ijin Hak Guna Usaha yang merupakan sarat beroperasinya sebuah perusahaan perkebunan. Hal itu terungkap setelah para petani, sehari sebelumnya, mendatangi kantor BPN Lampung untuk meminta kejelasan status HGU milik kedua perusahaan itu.

“Kedua perusahaan itu tidak pernah mengajukan ijin hak guna usaha. Mereka tidak memiliki hak untuk memanfaatkan lahan,” kata Alfarabi, kepala Bagian Pengaduan dan Mediasi Konflik Tanah BPN Lampung.


Selama ini keberadaan kedua perusahaan itu telah merugikan para petani plasma. Gusti Kadek, salah seorang petani plasma PT. KCMU mengaku hanya mendapatkan Rp. 30 ribu hingga Rp. 300 ribu untuk tiga hektar kebun sawit miliknya. “Itu pun dibayar setiap tiga bulan. Para petani yang sudah berkebun mandiri bisa mendapatkan Rp. 1,6 juta per hektar setiap bulan. Perbedaanya sangat jauh,” katanya.


Dihubungi secara terpisah, Pemerintah Provinsi Lampung belum bisa mengambil keputusan terhadap tuntutan petani. Mereka megaku akan mempelajari kasus tersebut. “Kami baru akan memanggil semua pihak yang terlibat. Jadi belum bisa diputuskan,” kata Asisten Bidang Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Provinsi Lampung,


Di kutip dari : TEMPO Interaktif, Bndar Lampung
 ANTARA/Saptono

Rabu, 17 November 2010

Lahan Diukur Ulang






AKSI BERLANJUT: Warga tiga kampung mendirikan tenda di lahan eks PT Sahang Bandarlampung kemarin. (FOTO RNN)
    











PADANGRATU – Hingga    kemarin, warga tiga kampung –Sendangayu, Surabaya, dan Padangratu– di Kecamatan Padangratu, Lampung Tengah, masih menduduki lahan eks PT Sahang Bandarlampung. Mereka mengklaim sebagai pemilik sah lahan yang berada di Padangratu itu. Para warga itu mendirikan tenda di sekitar kantor PT Sahang Bandarlampung. Mereka bertekad melanjutkan aksinya hingga memperoleh kejelasan tentang status lahan.
’’Sampai hari ini (kemarin), kami masih bertahan di lahan samping kantor PT Sahang Bandarlampung,”  kata Ahmad Muslimin, koordinator umum aksi.
    Selama aksi, lanjut Ahmad, seorang warga bernama Panut menanam singkong. Itu dia dilakukan pada Minggu siang (7/11). ’’Panut mengaku masih memiliki bukti sah tentang kepemilikan tanah seluas dua hektare,” bebernya.  
Masih pada hari yang sama, sorenya, perwakilan tiga kampung, termasuk Ahmad, bertemu dengan kuasa Direktur PT Lambang Sawit Perkasa (yang mengakuisisi saham PT Sahang Bandarlampung) Tigor Silitonga di Rumah Makan Tippo Raya, Gunungsugih. Dalam pertemuan, kedua belah pihak menyepakati beberapa hal. Di antaranya, melakukan pengukuran ulang lahan hak guna usaha (HGU) seluas 238 hektare itu kemarin. ’’Jika luas lahan HGU itu lebih dari 238 hektare, kelebihannya bukan menjadi hak PT Sahang. Melainkan menjadi hak warga tiga kampung. Kesepakatan lainnya, perusahaan akan merealisasikan dana CSR (corporate social responsibility) di bidang sosial dan infrastruktur,” papar Ahmad.
    Masih kata Ahmad Muslimin, Senin (15/11), Tigor akan meninjau lahan HGU. ’’Kini kami sedang mempersiapkan konsep kerja sama antara warga dan perusahaan terkait pengolahan lahan itu,” sambungnya.
    Terpisah, Tigor menegaskan, pihaknya tidak bicara menang dan kalah dalam masalah ini. Tapi, bagaimana ke depan dapat terjalin kerja sama saling menguntungkan? ’’Kami sangat membuka diri untuk bermusyawarah dalam mencapai kemufakatan. Kami juga akan mempelajari konsep kerja sama itu,” jelasnya.


sumber radar lampung

Soal Lahan Eks PT. Sahang, Warga Tiga Kampung Rapat Akbar

PADANGRATU--Sekitar lima ratusan warga Kampung Sendangayu, Kampung Surabaya, dan Kampung Padangratu, Kecamatan Padangratu, Sabtu (30/10), menghadiri rapat akbar yang difasilitasi oleh Komite Pimpinan Wilayah Partai Rakyat Demokratis (KPW PRD) Provinsi Lampung. Itu terkait penyelesaian lahan eks PT Sahang Bandarlampung.
Mewakili Ketua KPW PDR Lampung Dewa Putu Adi Wibawa, Biro Administrasi dan Organisasi KPW PRD Lampung Ahmad Muslimin, menyampaikan bahwa agenda rapat akbar yang digelar di balai Kampung Sendangayu, Kecamatan Padangratu, adalah untuk persiapan pengambilalihan lahan rakyat yang dirampas oleh PT Sahang Bandarlampung/PT Lambang Jaya yang kini ditanami kelapa sawit oleh perusahaan tersebut sejak 2 tahun lalu.




Ahmad Muslimin mengatakan, saat pihaknya melakukan aksi bersama warga setempat di Kanwil BPN Provinsi Lampung, Bupati Lampung Tengah telah menerbitkan SK pencabutan ijin tanam pada lahan eks PT Sahang Bandarlampung dan SK tidak memperpanjang HGU kepada PT Sahang/PT Lambang Jaya.
Hal itu yang mendasari pihaknya menggelar rapat akbar bersama warga tiga kampung yang merasa memiliki lahan eks PT Sahang tersebut untuk diambil kembali. Karena lahan mereka selama ini dirampas oleh PT Sahang/ PT Lambang Jaya.
Masih dikatakan Ahmad Muslimin, pihaknya diminta warga dari 3 kampung untuk memfasilitasi, mendampingi, dan mengadvokasi dalam rangka mendapatkan kembali hak miliknya yang selama ini diambil oleh PT Sahang/PT Lambang Jaya.
Pihaknya juga akan melakukan upaya dalam rangka membantu masyarakat setempat untuk mendapatkan kembali hak miliknya tersebut. PRD juga menilai ada mafia hukum dalam persoalan tersebut dan pihaknya mensinyalir ada oknum aparatur pemerintah baik sipil maupun militer yang mem-backing persoalan tersebut.
Selain itu, masih kata Ahamad Muslimin, dalam agenda rapat tersebut dibahas penentuan titik penanaman lahan yang akan dilakukan oleh masyarakat, lalu titik pendirian posko dan pemasangan portal di Kampung Sendangayu dan Surabaya. Warga dari 3 kampung tersebut terutama yang memiliki lahan eks PT Sahang, akan menduduki dan menanami lahan tersebut mulai 6 November 2010 mendatang.
Dalam kesempatan itu, atas nama KPW PRD Lampung, Ahmad Muslimin mengharapkan agar Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah termasuk pimpinan yang baru nanti dapat memfasilitasi dan menyelesaikan konflik lahan eks PT Sahang tersebut.
Turut hadir dalam rapat itu, beberapa ormas, antara lain DPW Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), dan Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND).
M. Thaifur (75), salah satu sesepuh asal Kampung Surabaya, mengetahui kronologi tentang status tanah eks PT Sahang tersebut. Kepada Radar Lamteng (Grup Trans Lampung), Thaifur menceritakan bahwa tahun 1970 tanah warga disewa oleh orang Jepang (PT Sahang, Red) dengan kontrak sampai dengan 1995 atau selama 25 tahun. Dalam perjanjian sewa tersebut hak guna usaha (HGU) tanah akan digunakan menanam sahang (lada). Namun pada kenyataannya ditanami singkong dan jagung.
"Setelah batas waktu sewa habis, perusahaan tidak juga menyerahkan kepada kami. Justru tanah kami malah ditanami kelapa sawit dan tanpa kesepakatan. Selain itu, tanpa sepengetahuan kami perusahaan telah memperpanjang HGU sampai dengan 2008, dan ketika tahun 1984 sampai 2008 telah dikeluarkan HGU fiktif. Sejak 2008 justru lahan tersebut ditanami kelapa sawit atas nama PT Lambang Jaya," ujar Thaifur.
Sementara Kepala Kampung Sendangayu Sutarjo mengatakan, warga akan terus memperjuangkan dan mempertahankan tanah hak miliknya. Mereka akan terus berupaya sampai haknya dipenuhi. Oleh karenanya, dia juga turut mendukung apa yang menjadi keinginan warga untuk mengambil hak milik yang selama ini dirampas oleh PT Sahang Bandarlampung/PT Lambang Jaya.

sumber. Trans Lampung

Selasa, 19 Oktober 2010

Pemerintah Belum Mampu Wujudkan Keadilan

Pemerintah belum mampu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia seperti yang diamanatkan Pancasila. Demikian orasi dalam unjuk rasa Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Bandar Lampung dalam memperingati Hari Internasional Penghapusakn Kemiskinan. Unjuk rasa digelar di depan Kantor Pemkot Bandar Lampung di Jalan dr. Susilo, Senin (18-10).
Puluhan pengunjuk rasa meneriakkan perubahan kriteria miskin versi Badan Pusat Statistik (BPS).
Ketua SRMI Bandar Lampung Silvia mengatakan persoalan kemiskinan bukanlah masalah sederhana. Program Millenium Development Goals (MDG's) belum mampu membuat rakyat makin sejahtera. Pemerintah belum mampu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia seperti yang diamanatkan dalam Pancasila.
SRMI mengolah skema pembangunan berdasarkan MDG's yang tidak bisa menjawab persoalan kemiskinan. Ormas ini juga menuntut perubahan kriteria miskin versi BPS.
Peserta aksi, Lamen, mengatakan kriteria miskin yakni jika penghasilan seseorang per hari tidak sampai 2 dolar AS. "Tidak peduli apakah orang memiliki motor atau tidak. Jika penghasilannya kurang dari 2 dolar per hari, yang bersangkutan (disebut) miskin," kata Lamen.
SRMI juga menuntut agar Pemkot menggratiskan pembuatan dokumen kependudukan secara massal, menyediakan tanah, modal, rumah, dan teknologi modern dan lapangan kerja serta mewujudkan kedaulatan ekonomi, sosial, hukum-HAM, budaya untuk kesejahteraan rakyat.
Silvia mengatakan Pemkot harus menuntaskan sengketa dan konflik tanah warga Panjang dan Telukbetung Selatan dengan PT Pelindo II Cabang Panjang. Pemkot juga harus memperbesar anggaran pendidikan dan kesehatan untuk kesejahteraan rakyat.
(Sumber Lampung Post)

Sabtu, 16 Oktober 2010

Tuntaskan Sengketa Agraria ! Wujudkan Kedaulatan Politik, Ekonomi, Hukum, Sosial dan Budaya Untuk Kesejahteraan Rakya

Semenjak kemerdekaan enam puluh lima tahun silam, Republik Indonesia di bangun berdasarkan semangat mencerdaskan bangsa, dan membawa rakyat negeri ini terbebas dari alam kemiskinan dan ketidakadilan. Yang tertuang di dalam sila-sila Pancasila, Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, seharusnya rakyat Indonesia tidak lagi harus di pusingkan persoalan tempat tinggal, biaya pendidikan dan kesehatan yang mahal, dan tidak ada lagi ketakutan akan tabung gas yang siap meledak ketika memasak, dan masih banyak lagi persoalan-persoalan lainnya.

Namun nyatanya saat ini kebijakan yang di lakukan oleh pemerintah yang menganut sistem NEOLIBERALISME terus menjerat rakyat dalam dunia kemiskinan, dalam segala sektor rakyat di tindas, misalnya di sektor pendidikan dengan program swastanisasi (Privatisasi) sekolah-sekolah (BHPT, RSI, RSBI dll) yang mengakibatkan mahalnya biaya pendidikan yang menjadi pemicu naiknya angka putus sekolah dan bertentangan dengan cita-cita mencerdaskan anak bangsa serta untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkwalitas hingga mampu berdaya saing diera globalisasi yang NEOLIB-KAPITAL.

Ditambah lagi dengan permasalahan tidak adanya lapangan pekerjaan, kita ketahui angka pengangguran dan PHK terus bertambah sebut saja Provinsi Lampung dengan angka pengangguran 250 ribu orang, seiring merontoknya industri dalam negeri, serta merosotnya produksi pertanian. Situasi tersebut disebabkan oleh kebijakan ekonomi pasar bebas (neoliberal) yang dijalankan pemerintah. Sebagai solusi untuk bertahan hidup, rakyat ‘temukan' sumber penghasilan sendiri, seperti menjadi pengojek, atau terjun ke sektor informal lainnya bahkan ada yang menjual tubuhnya demi sesuap nasi, padahal Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam (Tambang, Gas, Minyak, Batu bara, Emas, dll).

Di seKtor pertanian seharusnya Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) harus mampu menyentuh keadilan bagi kaum tani yang selama ini menuntut pengembalian haknya atas tanah yang di rampas baik oleh institusi Negara maupun perkebunan baik swasta maupun asing dalam catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sepanjang 2007, mencatat peningkatan kekerasan terhadap petani. Setidaknya ada 80 kasus konflik agraria struktural di seluruh Indonesia. Mayoritas konflik agraria ini terjadi di sektor perkebunan dan kehutanan. Tanah yang dipersengketakan 163.714,6 hektare yang melibatkan 36.656 KK, dan 10.958 KK diantaranya dipaksa keluar dari lahan sengketa dan dalam kurun waktu tiga tahun (2010) tanah yang menhadi sengketa di Indonesia seluas 7,4 juta Hektare. Semestinya Pemerintah mengaktifkan kembali menteri di bidang agraris untuk menjalankan amanat UUPA/1960 agar penyelesaian konflik dan sengketa agrarian secara nasional dapat segera tertuntaskan.

Dalam sektor perekonmian, kecilnya peran yang diberikan kepada rakyat dalam memanfaatkan sumber-sumber ekonomi yang produktif (pertambangan, pertanian, kehutanan, telekomunikasi, pengangkutan, listrik, dan lain-lain) mengakibatkan kemiskinan. Negara menyerahkan pengelolaan sumber-sumber ekonomi itu sepenuhnya kepada pihak asing, sedangkan pemerintah cukup menerima “persenan” sedangkan rakyat Indonesia tidak memperoleh apa-apa; misalnya, meskipun kita pengekspor gas nomor satu di dunia, tetapi dimana-mana rakyat menjerit dengan mahalnya harga gas dan kembali harganya akan di naikkan oleh rezim SBY-Boediono di tahun 2011. Bukan hanya gas saja yang akan di naikkan tetapi juga meliputi TDL, BBM, Dll. Diperparah dengan Ketahanan Pangan yang Gagal secara Nasional. .

Biaya Kesehatan yang mahal masih menjadi masalah klasik di Negara kita ini, meski Pemerintah telah menggulirkan bantuan di bidang Kesehatan tetapi hal ini belum menyeluruh, misalnya tidak semua obat-obatan dan alat kesehatan bisa di peroleh secara Gratis, di perparah lagi masih sering terjadinya pengusiran oleh pihak rumah sakit terhadap pasien miskin, dengan menyampingkan sisi kemanusiaan dan moral serta bertentangan dengan Undang-undang 1945.

Kamis, 14 Oktober 2010

Tragedi UBL Berdarah: Mahasiswa Tuntut Penyelesaian Tuntas

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Mandek dan tak ada penyelesaian. Begitulah makna aksi teatrikal oleh puluhan mahasiswa yang tergabung Komite 28 September dalam memperingati tragedi UBL Berdarah, Selasa (28-9).

PERINGATAN UBL BERDARAH. Puluhan mahasiswa menggelar aksi solidaritas ddi depan kampus Universitas Bandar Lampung (UBL), Selasa (28-9) memperingati 11 tahun Tragedi UBL Berdarah pada 28 September 1999. (LAMPUNG POST/ZAINUDDIN)

Telah 11 tahun sejak peristiwa unjuk rasa damai mahasiswa yang dibalas tembakan dan pukulan aparat keamanan yang mengakibatkan dua aktivis mahasiswa, M. Yusuf Rizal dan Saidatul Fitria, tewas.

Kala itu, Yusuf Rizal turut ambil bagian dalam aksi mahasiswa menolak Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB). Saidatul adalah aktivis pers mahasiswa pada surat kabar mahasiswa Teknokra yang tengah meliput peristiwa itu. Yusuf Rizal tewas diterjang peluru. Saidatul tewas dipukul popor senapan aparat keamanan.

Dalam pernyataan sikap yang disampaikan di depan kampus UBL kemarin, puluhan mahasiswa itu menuntut pengusutan tuntas kasus tersebut. Aksi diikuti oleh beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa Teknokra Unila, Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni Universitas Bandar Lampung, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Partai Rakyat Demokratik (PRD), dan SEMI.

Koordinator lapangan, Amir Harmidan (UKMBS UBL), dalam orasinya menyatakan sangatlah miris jika masyarakat Lampung melupakannya. "Tragedi ini terjadi ketika mahasiswa bersatu menolak kebijakan pemerintah karena bertentangan dengan semangat reformasi," kata Amir.

Ary Beni Santoso dari SKM Teknokra dalam orasinya menuntut perguruan tinggi membuat tugu peringatan. "Agar pengorbanan mereka tidak sia-sia dan semangat berjuang untuk keadilan dan masyarakat tetap terjaga," kata dia.

Sementara guru besar Unila, Irwan Effendi, yang merupakan saksi kunci peristiwa itu, kepada Lampung Post menceritakan penembakan itu tidak semestinya terjadi. "Hasil perundingan di Korem (Garuda Hitam, red), disepakati mahasiswa naik bus untuk langsung ke kantor gubernur. Ada 20 bus yang disiapkan, tapi entah dari mana ada lemparan batu dan terjadilah chaos dan penembakan itu," kata Irwan Effendi.

Berhentinya penyidikan kasus ini, menurut Irwan, karena pihak keluarga tidak melanjutkan tuntutan. Demikian halnya dengan Unila. "Saya tak tahu persis proses penyidikannya karena saya hanya ditugaskan untuk berunding," kata Irwan. (MG14/U-2)

Sumber: Lampung Post, Rabu, 29 September 2010

Komite 28 September ; Usut Tuntas Tragedi UBL Berdarah

Sejumlah aktifis di berbagai elemen kampus dan ekstra kampus yang menamakan diri komite 28 September ini, kemarin (28/9), melakukan demonstrasi dan orasi untuk memperingati tragedi 11 tahun UBL berdarah di depan kampus A Universitas Bandar Lampung, jalan ZA Pagar Alam No 26 Labuhan Ratu Bandar Lampung.
Dalam orasinya, aksi demonstrasi yang terdiri dari berbagai elemen gabungan seperti  UKM BS UBL, Mapala UBL, Teknokra Unila, Liga Mahasiswa Nasional Demokrat (LMND), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) dan Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini menuntut agar pemerintah kota Bandar Lampung dapat membuat tugu peringatan tragedi pelanggaran UBL berdarah.
Selain itu juga, seperti dari aksi-aksi tahun sebelumnya, sejumlah elemen tersebut tak henti-henti menyuarakan pengusutan tuntas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang terjadi pada tragedi UBL berdarah tersebut.
Menurut koordinator lapangan pada aksi tersebut, Amir Hamzah, sejak tragedi tersebut hingga kini belum ada tindak lanjut pengusutan tuntas kasus tersebut. Upaya yang dilakukan oleh berbagai elemen perjuangan mahasiswa pun bukanlah hanya sekedar aksi
semata melainkan juga pernah berdiskusi dan meminta pemerintah kota Bandar Lampung untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
“Pada zaman kepemimpinan Walikota Edy Sutrisno kami telah pernah menyuarakan untuk mengusut tuntas tragedi tersebut sekaligus juga membuat tugu peringatan tragedi tersebut. Namun menurutnya sangatlah disayangkan, hingga kini pemerintah daerah kita hanyalah menutup mata dan telinga terhadap kasus tersebut ” ungkapnya.
Sementara itu, Ari Beni Santoso dari UKM Teknokra Unila, kepada Radar Lampung( Grup Radar Lamsel) mengatakan bahwa demontrasi ini adalah sebagai bentuk penegasan ulang kepada pemerintah untuk dapat mengusut tuntas pelanggaran HAM yang terjadi dalam tragedi tersebut.
“Saudara kami Saidatul Fitria dan Yusuf Rizal saat melakukan respon serentak di daerah untuk menolak Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya era Gusdur tewas akibat kebrutalan aparat militer” ungkapnya.
Tak hanya itu dari aksi yang dimulai pukul 09.30 sampai 11.00 WIB ini sejumlah elemen tersebut pun mengajak berbagai elemen untuk peduli pada demokratisasi untuk kembali menyuarakan sikap bersama termasuk meminta penghentian kekerasan terhadap wartawan.
Tak hanya melakukan orasi, aksi yang dijaga ketat oleh aparat keamanan dari Polresta dan Polsek Kedaton, Bandar Lampung ini ditandai pula dengan aksi teatrikal tentang kekejaman militer dan ditutup dengan pembakaran keranda sebagai salah satu bentuk protes matinya demokrasi di negeri ini

Senin, 16 Agustus 2010

Indonesia, Negeri Penganut Neoliberalisme


Neoliberalisme adalah sebuah filosofi yang lahir di akhir abad 20. Neoliberalisme adalah sebuah kelanjutan dan redefinisi atas liberalisme klasik, yang terpengaruh oleh teori ekonomi klasik. Term Neoliberlisme sebenarnya lebih sering digunakan oleh para pengkritik doktrin ini. Prinsip yang pokok,i apalagi kalau bukan pasar dan perdagangan bebas. The International Chamber of Commerce yang berpusat di Paris, Prancis, diklaim sebagai advokat global Neoliberalisme.
Di AS, Neoliberalisme dipakai juga untuk menyebut gerakan politik kiri dengan tokoh-tokohnya seperti Michael Kinsley, Robert Kaus, dan Randall Rithenberg. Mereka semua mendominasi posisi pasar bebas, seperti ekonomi pasar bebas dan reformasi kesejahteraan. Mereka adalah para tokoh Yahudi, yang selalu bermetamorfosis.
Jika berbicara dalam skala yang lebih besar, Neoliberalisme adalah usaha dalam mencari cara bagaimana memindahkan aset ekonomi negara menjadi kepemilikan pribadi atau swasta. Dalih mereka adalah supaya pemerintahan berjalan efisien sekaligus memperbaiki indikator perbaikan ekonomi negara. Lebih jelasnya, prinsip Neoliberalisme dijelaskan oleh John Williamson dalam “Konsesus Washington”, sebuah proposal yang berisi kebijakan antara organisasi riba ekonomi dunia yang berbasis di Washington, yaitu International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia.
1960 dan 1970, Masa Kejayaan Neoliberalisme
Prinsip Konsesus Williamson meliputi 10 poin yaitu: disiplin kebijakan fiskal, arah penggunaan dana publik dari subsidi, reformasi pajak, tingkat bunga bank, nilai tukar uang, liberalisasi perdagangan, liberlisasi investasi asing, privatisasi perusahaan negara, deregulasi, dan keamanan legal atas hak kepemilikan. Kesepuluh poin ini tak satupun yang berpihak pada kepentingan rakyat banyak.
Inti kebijakan ekonomi pasar Neoliberal bisa disarikan dalam tiga bagian. Pertama, tujuan utama ekonomi neoliberal adalah pengembangan kebebasan individu untuk bersaing secara bebas-sempurna di pasar; Kedua, kepemilikan pribadi terhadap faktor-faktor produksi diakui dan Ketiga, pembentukan harga pasar bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil dari penertiban pasar yang dilakukan oleh negara melalui penerbitan undang-undang (Giersch, 1961).
Argumen yang menekankan keuntungan ekonomi yang didapatkan oleh paham Neoliberalisme pertama kali muncul ketika Adam Smith melahirkan Wealth of Nations dan tulisan David Humme dalam dunia perdagangan. Tulisan-tulisan ini jelas menentang ide yang telah lama mendominasi sebelumnya yang menyokong kebijakan pemerintah pada abad 19 ke bawah.
Sedikit demi sedikit, akhirnya, paham Neoliberalisme yang asalnya ditolak ini, tak urung diterima oleh kalangan intelektual. Di akhir abad 19, terjadi akselerasi atau percepatan. Great Depression yang terjadi akibat Perang Dunia II, seolah-olah menemukan obat mujarab dengan kehadiran paham ini. Kekacauan dan kerusakan parah di seluruh dunia memberi peluang pada paham ini untuk mengambil alih segala kontrol yang ada pada saat itu.
Mulai saat itulah, Liberalisme merajalela. David Harvey, dalam bukunya A Brief History of Neoliberalism, (Oxford: Oxford University Press, 2005) menyatakan bahwa di bawah sistem baru yang menghalalkan perdagangan bebas, semuanya diukur dengan dollar Amerika sebagai harga yang permanen.
Namun, masih menurut Harvey, tetapi kemudian ternyata nilai tukar mata uang permanen itu tidak kompatibel atau tidak sesuai dengan aliran modal yang ada. Harvey mengatakan, menerapkan liberalisme memang menuntun kejayaan Amerika pada 1950 dan 1960an, tapi masalahnya, neoliberalisme juga nyata menggiring dunia pada kapitalisme. Tahun 1950an dan 1960an memang disebut-sebut sebagai masa keemasan ekonomi atau les Trente Glorieuses (Kejayaan 30 Tahun).
Kebangkitan Kembali Neoliberalisme
Perjalanan Neoliberalisme sebagai sebuah paham yang banyak dianut di seluruh dunia tak semulus yang diperkirakan oleh banyak pihak. Kemunculan kerja nyata John Maynard Keynes sedikit demi sedikit menjadi pra-perang ekonomi global. Tapi Keynes juga secara otomatis menyuburkan pihak komunis, dan sosialis di sisi lain.
Sebagaimana diketahui, dalam konsep negara kesejahteraan atau keynesianisme, peranan negara dalam perekonomian tidak dibatasi hanya sebagai pembuat peraturan, tetapi diperluas sehingga meliputi pula kewenangan untuk melakukan intervensi fiskal dan moneter, khususnya untuk menggerakkan sektor riil, menciptakan lapangan kerja dan menjamin stabilitas moneter. Terkait dengan penciptaan lapangan kerja, Keynes bahkan dengan tegas mengatakan: ”Selama masih ada pengangguran, selama itu pula campur tangan negara dalam perekonomian tetap dibenarkan.”
Namun, Keynesian tidak berlangsung lama. Awal 1970-an, ketika Ronald Reagan terpilih sebagai presiden AS dan Margaret Tatcher sebagai Perdana Menteri Inggris, Neoliberalisme secara mengejutkan menemukan momentum untuk diterapkan secara luas.
Di Amerika hal itu ditandai dengan dilakukannya pengurangan subsidi kesehatan secara besar-besaran, sedang di Inggris ditandai dengan dilakukannya privatisasi BUMN secara massal. Pada 1980an, menurut Harvey, tidak sulit mengenali Neoliberalisme, yaitu sebuah kelompok yang memimpin sendirian, membuat advokasi (perlindungan) dan menciptakan sistem ekonomi global, itulah Neoliberalisme.
Neoliberalisme di Indonesia, Tumbuh Subuh
Di Indonesia, pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara masif berlangsung setelah perekonomian Indonesia dilanda krisis moneter pada 1997/1998 lalu. Secara terinci hal itu dapat disimak dalam berbagai nota kesepahaman yang ditandatatangani pemerintah bersama IMF. Setelah berakhirnya keterlibatan langsung IMF pada 2006 lalu, pelaksanaan agenda-agenda tersebut selanjutnya dikawal oleh Bank Dunia, ADB dan USAID.Kita bisa melihat hampir semua penjualan aset BUMN kepada pihak asing.
Sampai sekarang, paham Neoliberalisme tumbuh subur di Indonesia. Bahkan bisa jadi, tengah memasuki masa kejayaannya. Melihat peta politik saat ini, dalam lima tahun ke depan, banyak pihak memprediksikan kalau Neoliberalisme memasuki zaman keemasan dari kejayaannya di Indonesia, artinya berkembang dengan luar biasa pesat. Para arsitek neoliberalisme itu, sekarang ikut bertanding di pilpres mendatang. (sa/berbagaisumber)

Tolak Kenaikan TDL dan Pencabutan Subsidi

M. FREDI JAYA  :BPS harus mengakui 14 kriteria kemiskinan buatannya tidak bisa diandalkan untuk mengukur kemiskinan, dan                        sebagi gantinya, SRMI mengajukan 5  kriteria Pemenuhan Hak Dasar Sebagai Kriteria Baru Kemiskinan”

BANDARLAMPUNG (08/07) Berdasarkan angket yang dilakukan Serikat Rakyat Miaskin Indonesia – SRMI- di perkampungan miskin Jakarta, Makasar, Surabaya, Medan, Semarang dan Pekanbaru yang menyakan sikap terhadap 4 hal penting, Kriteria Miaskin BPS, Anggaran Pendidikkan, Kenaikkan Tarif Daftar Liastrik -TDL- dan Kenaikkan  Bahan Bakar Minyak -BBM-, telah menyatakan dukungan terhadap perjuangan, yakni menuntut Presiden SBY agaraa segera menjalankan 4 amanat penderitaan rakyat yakni ubah kriteria miskin versi BPS, perbesar subsidi pendidikkanrakyat miskin, batalkan rencana pencabutan subsidi BBM serta batalkan rencana kenaikkan TDL.
Koordinator Lapanagan DPK SRMI Bandarlampung  MUHTAR FREDI JAYA  dalam orasinya saat berunjuk rasa didepan Balai Keratun Setda Provinsi Lampung hari ini (08/07)  juga menyatakan,kriteria  miskin BPS tidaks esuai dengan kenyataan di lapangan dan justru menutupi fakta kemiskinan yang sebenarnya, akibatnya asebagian besar kaum miskin luput dari perhatian kebijakan dan program pembangunan, misalnya program Bntuan Langsung Tunai -BLT-, kesehatan Gratis dan  Program Raskin.
Untuk itulah, lanjut M. FREDI JAYA , BPS harus mengakui 14 kriteria kemiskinan buatannya tidak bisa diandalkan untuk mengukur kemiskinan, dan sebagi gantinya, SRMI mengajukan 5  kriteria Pemenuhan Hak Dasar Sebagai Kriteria Baru Kemiskinan :
1.Tidak Dapat Memenuhi Kebutuhan Makanan Yang Sehat.
2.Tidak Dapat Memenuhi Kebutuhan Pakaian Yang Layak.
3. Tidak Dapat Memenuhi Tempat Tinggal Yang Sehat.
4. Tidak Dapat  memenuhi Kebutuhan Pelayanan Kesehatan
5. Tidak Dapat MEmenuhi Kebutuhan Pendidikkan Setidak-tidaknya sampai Sekolah Menengah Atas.
Soal subsidi anggaran pendidikkan, lanjut MUHTAR  pemerintah seharusnya memberi porsi lebih banyak, karena masyarakat telah membayar pajak, namun anggaran pendidikkan hanya RP. 51,8 Trilyun atau sekitar 5 persen dfari anggaran, sementara untuk membayar utang luar negeri RP 115,6 Trilyun mampu, dan belanja pegawai RP. 161,7 Trilyun, disinilah letak ketidakadilan pemerintah, pelit kepada Rakyat, namun Royal kepada Pengusaha, Pejabat atau pihak asing.
Unjuk rasa SRMI yang dikawal pasukkan Dalmas Poltabes Bnadarlampung ini, berlangsung tertib, setelah berorasi belasan penngunjukrasa yang membawa berbagai poster ini membubarkan diri dengan tertib.

Minggu, 15 Agustus 2010

Aksi Massa 100 Hari SBY – Boediono di Lampung

Bandar Lampung,
Ratusan orang dari berbagai organisasi di Bandar Lampung yang tergabung dalam Aliansi Parlemen Jalanan (APJ) menggelar aksi massa di kantor Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. Massa yang berasal dari HMI, KAMMI, STN, LMND, PMII, GMKI, IMM, SRMI, PRD, JPK dan BEM Darma Jaya tersebut berkumpul di depan kantor Pemprov Lampung untuk menyampaikan tuntutannya.
Mereka berkumpul untuk menyampaikan bahwa pemerintahan SBY selama 5 tahun 100 hari ini telah gagal dalam membangun bangsa Indonesia. Mereka beranggapan bahwa janji yang SBY pada saat kampanye tidak satu pun ditepati. Selain itu, mereka menilai banyaknya pengaguran di Indonesia karena Pemerintahan SBY – Boediono telah membiarkan produk luar negeri masuk ke Indonesia tanpa pembatasan yang berujung pada matinya industri dalam negeri.
Salah seorang mahasiswa dari HMI cabang Bandar Lampung bernama Gigih mengatakan bahwa mereka megadakan aksi ini bertujuan agar Pemerintahan SBY – Boediono sadar bahwa kebijakanya salah. Menurutnya, sebagai pemimpin SBY seharusnya lebih berani mengambil kebijakan yang lebih ekstrem demi kesejahteraan bangsa Indonesia.
SBY – Boediono cari aman saja dengan mengambil simpati dengan mengobral janji politik padahal rakyat banyak yang miskin karena kebijakannya”, ujar Gigih.
Massa APJ berharap dengan aksi mereka ini Pemerintahan SBY – Boediono sadar dan bahwa kebijakannya salah. Jika tidak ada perbaikan kebijakan, massa APJ akan meminta Pemerintahan SBY – Boediono turun dari jabatannya.

Refleksi Ketidakpuasan


 
SIMULASI: Anggota Brimobda Lampung kemarin menggelar simulasi pengamanan jelang May Day dan Pilkada Bandar Lampung


BANDARLAMPUNG - Hari ini (1/5), sedikitnya lima ratusan massa turun ke jalan-jalan Bandarlampung untuk memperjuangkan tuntutan yang sama, peningkatan kesejahteraan. Massa yang terdiri beberapa elemen masyarakat itu memperingati Hari Buruh (May Day) yang jatuh 1 Mei. Bukan hanya di Lampung, peringatan serupa serentak dilaksanakan di beberapa kota di Indonesia dan belahan dunia lainnya.
Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Lampung berencana mengusung 350-an massa dengan menggandeng beberapa organisasi lainnya. Mereka berasal dari Serikat Pekerja untuk Kesejahteraan Lampung; Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi; Sema-Lambar; Serikat Pekerja PT AWS; dan UKMBS UBL.
 Berikutnya, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Bandarlampung; Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bandarlampung; dan Serikat Buruh Nestle Indonesia Panjang (SBNIP).
Koordinator SRMI Lampung Ali Akbar menjelaskan, ada beberapa tuntutan inti yang diusung. Pertama, penuntasan kecurangan pemilu karena banyak hak buruh yang hilang. Kedua, penghapusan outsourcing. Ketiga, menasionalisasi industri pertambangan asing dan perusahaan-perusahaan strategis yang dikuasai asing; penghapusan utang luar negeri; industrialisasi nasional untuk kesejahteraan rakyat; dan mencabut UU 13/2005 tentang Ketenagakerjaan.
’’Kami minta penyusunan UU Ketenagakerjaan yang baru dengan melibatkan partisipasi seluruh serikat pekerja (SP). Aksi ini juga sebagai refleksi ketidakpuasan kami terhadap pemerintah dan pengusaha yang kerap memosisikan buruh sebagi warga kelas dua,” ujar Ali kepada Radar Lampung tadi malam.
 Ia menjelaskan, aksi pertama dilakukan ke Bundaran Tugu Adipura. Dari sana, massa baru bergerak ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Lampung.
     SRMI meminta Dewan Pengupahan (DP) serta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Lampung serius memperjuangkan nasib buruh.
     ’’Kami melihat dewan pengupahan masih mengekor kebijakan perusahaan. Mestinya mereka mempunyai nilai tawar saat penetapan UMK untuk memperjuangkan nasib buruh,” katanya.
Disnakertrans selaku satuan kerja yang mengurusi masalah ketenagakerjaan, menurutnya, masih belum memperhatikan para pekerja. Itu dibuktikan adanya perusahaan yang membandel, tidak memperhatikan kesejahteraan karyawan. Misalnya, belum memberikan jamsostek ataupun jaminan kesejahteraan lain bagi para pekerja.
    Terpisah, Kepolisian Daerah Lampung dan jajarannya akan menindak tegas siapa pun demonstran yang melakukan kegiatan-kegiatan anarkis dalam aksi unjuk rasa memperingati Hari Buruh Sedunia (May Day) tersebut.
’’Jika sudah mengarah pada aksi anarkis, polisi tidak akan ragu-ragu melakukan langkah-langkah penegakan hukum. Unjuk rasa tersebut pasti kami bubarkan,” tegas Kepala Biro Operasional Polda Lampung Kombespol Rahyono W.S. usai gelar pasukan pengamanan peringatan May Day di Lapangan Saburai, Enggal, Tanjungkarang Pusat (TkP), pukul 16.00 WIB kemarin (30/4).
Kendati demikian, perwira menengah polisi ini memaparkan, pihaknya akan lebih mengedepankan langkah-langkah persuasif dan negosiasi dalam melakukan pengamanan demonstrasi hari ini. ’’Intinya sepanjang itu tertib, polisi akan melakukan pengawalan dan pengamanan,” janjinya.
    Hal itu, lanjut dia, karena sesuai dan dilindungi UU RI Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. ’’Tetapi, harus ada ketentuan yang dilewati. Yang penting tertib dengan tidak mengganggu situasi kamtibmas seperti menutup jalan,” tandasnya.
    Lebih jauh perwira menengah itu menerangkan, dalam pengamanan May Day hari ini, Polda Lampung dan Poltabes Bandarlampung akan menerjunkan 650 personel. ’’Tetapi, ada juga anggota yang on call di markas. Begitu juga dengan kendaraan taktis seperti mobil water cannon, kami standby kan di markas,” tuturnya.
    Apakah pengamanan demonstrasi ini dianggap tak terlalu berlebihan? Rahyono menjawab tidak. ’’Pengamanan ini sudah proporsional dan tak berlebihan. Anggota yang diturunkan dalam pengamanan ini kan tersebar luas di semua jalan,” bantahnya.
    Dia menambahkan, pihaknya berharap perayaan Hari Buruh di Lampung tidak sampai berujung anarkis. ’’Insya Allah tidak terjadi apa-apa. Apalagi masyarakat Lampung kan santun serta religius. Dengan gelar pasukan ini bukan berarti kami mau unjuk kekuatan. Tetapi, kami kan tidak mau ambil risiko. Kalau kecolongan kan repot nantinya,” pungkas dia.
    Sementara itu di Lapangan Saburai kemarin (30/4), selain gelar pasukan, kendaraan-kendaraan taktis juga ikut dikumpulkan berikut satu unit helikopter milik Polda Lampung.
    Sebelum pelaksanaan gelar pasukan, sekitar pukul 08.00 WIB, Satuan Brimob Polda Lampung juga mengadakan simulasi penanganan demonstrasi di jalanan depan kantor mereka di Rawalaut, Pahoman, Tanjungkarang Timur (TkT). Dalam simulasi itu, mereka juga membawa serta mobil water cannon.

SRMI Lampung Tolak Kenaikan TDL






Bandarlampung, LE - Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Lampung menolak kenaikan TDL, pencabutan subsidi BBM, serta 14 kriteria miskin versi BPS. Pernyataan ini disampaikan dalam aksi di depan Kantor Gubernur Lampung, Kamis (8/7).

Dalam orasinya yang dipimpin Muhtar Ferdi Jaya itu, juga menuntut pemerintah agar meningkatkan anggaran pendidikan gratis untuk masyarakat miskin. "Kami menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, agar menjalankan empat amanat penderitaan rakyat,” ujarnya. Aksi ini diikuti sedikitnya 200 rakyat miskin.

Muhtar berharap pemerintah tidak pelit memberikan anggaran untuk rakyat miskin, yang notabene pembayar pajak terbesar. Di bidang pendidikan, pemerintah hanya mengangarkan Rp51,8 triliun atau hanya 5 persen dari anggaran. Pemerintah begitu pelit untuk rakyat, namun begitu royal kepada pengusaha, pejabat dan pihak asing.

Muhtar mengatakan, pemerintah pusat dan daerah harus lebih serius memikirkan kesejahteraan rakyat dan menjalankan program pro rakyat miskin. Termasuk memantau proyek yang dilakukan instasi-instasi dibawahnya.

“Pemerintah daerah juga harus memantau dan meningkatkan kinerja KPU sebagai penyelenggara pemilukada yang dilangsungkan di enam kabupaten kota,” katanya.

Muhtar menambahkan, aksi demo yang dilakukan pihaknya merupakan aksi belasungkawa terhadap krisis ekonomi yang hingga kini masih melanda Indonesia dan membuat rakyat miskin kian terjepit.

"Jika keempat kriteria itu berjalan sesuai dengan rencana pemerintah, maka imbasnya akan sangat berdampak terhadap kenaikan harga bahan kebutuhan pokok masyarakat. Hal ini tentu sangat merugikan rakyat terutama rakyat kurang mampu," jelasnya.

SRMI mengharapkan agar pemerintah pusat dan daerah dapat mencabut semua rencana yang dapat menyengsarakan rakyat miskin itu. Hal demikian dimintanya karena menurut dia kesejahteraan rakyat adalah tugas yang harus dilaksanakan oleh pemerintah dan bukan sebaliknya. (LE-14)

Selamat Datang

Salam Pembebasan..................